Pendidikan Neo-Humanis

"Arti sebenarnya dari pendidikan adalah pengembangan trilateral - pengembangan simultan dalam bidang fisik, mental dan spiritual dari keberadaan manusia. Perkembangan ini harus meningkatkan integrasi kepribadian manusia. Dengan ini, potensi manusia yang tidak aktif akan terbangun dan dimanfaatkan dengan semestinya. Orang berpendidikan adalah mereka yang telah belajar banyak, mengingat banyak dan memanfaatkan pembelajaran mereka dalam kehidupan praktis. "
- (PR Sarkar)


Menurut para ilmuwan, potensi manusia itu sungguh tak terbatas, akan tetapi hingga tingkat peradaban sekarang ini kita baru menggunakan hanya satu persen saja dari seluruh potensi tersebut.
Apabila benar demikian, maka tugas paling utama pendidikan ialah“menimba keluar” seluruh potensi yang dimiliki oleh setiap manusia agar setiap manusia menjadi manusia seutuhnya, komplit. Dan inilah memang tugas Pendidikan Neo Humanis, di mana dilakukan upaya-upaya secara terpadu untuk menyadap potensi tertinggi di dalam diri setiap anak, pada setiap waktu dan setiap tempat.

         Pendidikan Neo-Humanis memberikan pendidikan kepada keseluruhan bagian yang membentuk anak itu : bukan hanya menghafalkan informasi dan menjejalkannya kepada intelek, atau melatih anak menjadi robot agar guru menjadi senang karena anak itu akan mengeluarkan jawaban-jawaban yang dikehendaki yang dikatakan sebagai  “benar”.
Pendidikan Neo-Humanis hendaknya diberikan kepada anak-anak sejak usia dini. Itulah sebabnya Shrii P.R. Sarkar, pelopor Pendidikan Neo-Humanis, menganjurkan untuk mendirikan lebih banyak pusat-pusat Pendidikan Anak Usia Dini yang menerapkan sistem pendidikan Neo-Humanis. Kenapa P.R. Sarkar tidak menganjurkan mendirikan lebih banyak Perguruan Tinggi ? Dalam kenyataannya perkembangan seseorang sebagian besar terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Pada periode usia ini anak-anak membentuk struktur kognitif dan kepribadian dirinya yang akan menentukan jalan hidup untuk selanjutnya.

P.R. Sarkar mengatakan bahwa pada setiap orang ada kehausan akan ‘sesuatu’ yang tak terbatas. Satu tugas terpenting dari pendidikan adalah membangkitkan keinginan akan perluasan yang tak terbatas itu --- ilmu pengetahuan yang tak terbatas. Yang harus dibangkitkan pada setiap siswa adalah perasaan, “Saya ingin mengetahui/menyatu dengan kosmos.”
Sistem pendidikan tradisional masih jauh dari usaha sedemikian ini. Harapan yang dimiliki oleh setiap anak yang lahir ternyata hancur berantakan, sebagai akibat adanya ketidak adilan yang terjadi dewasa ini. Manusia mulai seperti kupu-kupu dan berakhir sebagai kepompong.

Sudah saatnya sistem pendidikan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan orang-orang yang  berpengetahuan setengah-setengah yang kemudian berkembang menjadi agresip, bingung, pembangkang dan frustrasi. Akibat selanjutnya, rangkaian jaringan sosial menjadi semakin rusak. Dilihat secara keseluruhan, semakin banyak saja anak-anak remaja yang putus sekolah, keluyuran, dan terjerumus ke dalam penggunaan obat-obat terlarang (narkoba), merusak lingkungan, terkena penyakit kelamin, minggat dari rumah, gila atau bunuh diri.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat diharapkan bisa memberi manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan. Namun tidak dipungkiri bahwa kemajuan teknologi juga membawa dampak yang negatif terhadap perkembangan sosial, karakter dan kepribadian manusia.

Sudah sedemikian banyak dana dan waktu dikorbankan untuk mencoba membenahi sistem pendidikan. Tetapi sayang, banyak yang gagal, karena perhatian dipusatkan kepada sumber masalah yang keliru – yaitu dengan menambah intensitas menjejalkan informasi. Di banyak negara, “pembaharuan” di bidang pendidikan berarti menambah jam dan bahan pengajaran serta memompakan lebih banyak informasi kepada anak-anak yang sebenarnya sudah jenuh. Kesibukan menghafalkan informasi ini telah memerosotkan mutu dan martabat manusia dan menghancurkan jiwa para siswa itu. Ketika anak-anak dipandang sebagai sebuah keranjang yang fungsi utamanya menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali data dan fakta itu, maka proses belajar itu akan bersifat mekanistis dan para siswa yang jenuh itu akan menjadi agresif dan frustrasi atau mencari pelampiasan emosinya yang tidak terkendalikan. Kita memerlukan perubahan dan perubahan itu harus dilakukan sekarang.

Terlebih dulu kita harus mengerti apa yang dijelaskan oleh P.R.Sarkar – dan ternyata ditunjang  oleh kaidah-kaidah ilmu fisika modern – bahwa kehadiran kita bukan sekadar kenyataan yang nampak oleh panca indera, tetapi merupakan suatu rangkaian berkesinambungan dari berbagai lapisan kesadaran yang mulai dari lapisan yang paling kasar yaitu badan jasmani, melanjut menuju lapisan-lapisan yang lebih halus yaitu lapisan-lapisan psikis, dan akhirnya sampai pada suatu medan  yang menyatu dengan kesadaran tak terbatas.
Keseluruhan lapisan psikis itu dapat diidentifikasi ke dalam 5 lapisan :

1.        Kesadaran Jaga (Conscious Mind) : PENGINDERAAN
2.        Bawah Sadar (Subconscious Mind) : INTELEK
3.        Lapisan pertama Kesadaran Supra : KREATIVITAS
4.        Lapisan kedua Kesadaran Supra : INTUISI
5.        Lapisan ketiga Kesadaran Supra : SPIRITUALITAS

Di dalam setiap kesadaran yang lebih tinggi terdapat sumber pengetahuan yang lebih luas yang lebih memberikan kebahagiaan, karena lapisan yang lebih tinggi ruang lingkupnya lebih luas dan
mengandung cadangan energi yang bukan main banyaknya.
Lapisan-lapisan ini bukan sekadar konsepsi teoritis kaum psikolog, tetapi merupakan level yang berfungsi dapat dialami oleh setiap orang yang berlatih dengan penuh disiplin menjelajahi jiwanya. Tetapi sayang, pada umumnya orang tidak menyadari adanya level-level terpenting dari jiwa yang terdalam; dan kita biasanya hidup dengan dua level yang lebih rendah yaitu lapisan sadar dan bawah sadar saja.

Apa yang menjadikan Pendidikan Neo-Humanis itu unik ialah bahwa sistem dan metode pendidikan ini secara sistematis mengembangkan semua lapisan keberadaan manusia dan secara
berangsur-angsur mangarahkan individu menuju tujuan yang tidak terbatas. Jadi Pendidikan Neo Humanisme ini sebenarnyalah merupakan pendidikan keseluruhan (holistic education), karena di
dalam proses pendidikan itu tidak terdapat bagian kesadaran manusia yang terabaikan, tidak ada aspek kehidupan manusia yang tidak ditangani. Dengan memahami karakteristik eksistensi manusia secara keseluruhan maka seorang pendidik akan lebih mudah menggali metode-metode pengajaran yang lebih sesuai dengan psikologi anak didik.                                                         

Tujuan Pendidikan Neo-Humanistik :
·   Mengembangkan potensi anak sepenuhnya : fisik, mental, dan spiritual.
·    Membangkitkan kehausan akan ilmu pengetahuan dan senang (cinta) belajar.
·    Membekali anak-anak dengan kemampuan akademik dan kemampuan lainnya yang diperlukan
     untuk  pendidikan selanjutnya.
·    Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anakyang meliputi moralitas,
     integritas, percaya diri, disiplin, dan kerjasama.
·    Mengembangkan kemantapan fisik dan ketahanan mental melalui yoga dan  meditasi, olahraga
     dan bermain.
·    Mengembangkan rasa estetika dan penghargaan terhadap kebudayaan melalui drama, tari, musik
     dan senirupa.
·    Mendorong anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang aktif dan bertanggungjawab.
·    Meningkatkan kesadaran ekologi dalam makna yang paling luas, yaitu kesadaran akan saling
      terkaitnya segala sesuatu, dan mendorong rasa hormat dan peduli terhadap semua makhluk.
·    Meningkatkan Pandangan Universal, terbebas dari perbedaan agama, warna kulit, jenis kelamin,
     dsb.
     (Sumber utama : Buku Pendidikan Neo-Humanis, karangan Avadhutika Anandamitra Acarya)